Kumpulan Cerita
Ketika aku tiba di rumah sepulang sekolah, tidak ada seorangpun di
sana. Ayah dan ibuku masih belum pulang. Seperti biasa, setelah
mengunci pintu, akupun pergi ke kamarku. Aku kemudian menutup pintu dan
berganti baju di dalam kamar. Saat hendak membuka pintu, aku terkejut.
Pintu kamarku tak mau membuka.
Seolah-olah ada yang memeganginya dari luar.
Aku tak mengunci kamarku, jadi seharusnya pintu itu terbuka dengan mudah. Mungkin saja pintuku rusak, namun pikiran bahwa “ada seseorang menahan pintuku dari luar” membuatku takut.
Untunglah kamarku terletak di lantai satu dan sambil membawa telepon genggam, akupun keluar dari jendela. Saat aku berada di luar, beruntung aku bertemu ibuku yang baru saja tiba di depan rumah.
“Ibu ... pintu kamarku ...mungkin ada orang...” aku berkata dengan terbata-bata karena masih ketakutan.
Namun ibuku justru tertawa. Ia tak mempercayaiku. Kamipun masuk dan ibu mencoba membuka pintu kamarku. Ternyata pintu itu terbuka dengan sangat mudah.
“Lihat, bisa kan? Jangan berpikir yang aneh-aneh. Rumah ini sudah tua, jadi wajar kalo pintu ini sudah rusak.”
Akupun masuk dan ibuku meninggalkan rumah sambil tertawa. Dengan perasaan malu, aku membuka kunci jendela dan menatap ke luar. Angin berhembus di wajahku dan aku mulai tertawa. Ah, mana mungkin ada orang mesum masuk ke kamarku? Hari masih siang bolong begini
Seolah-olah ada yang memeganginya dari luar.
Aku tak mengunci kamarku, jadi seharusnya pintu itu terbuka dengan mudah. Mungkin saja pintuku rusak, namun pikiran bahwa “ada seseorang menahan pintuku dari luar” membuatku takut.
Untunglah kamarku terletak di lantai satu dan sambil membawa telepon genggam, akupun keluar dari jendela. Saat aku berada di luar, beruntung aku bertemu ibuku yang baru saja tiba di depan rumah.
“Ibu ... pintu kamarku ...mungkin ada orang...” aku berkata dengan terbata-bata karena masih ketakutan.
Namun ibuku justru tertawa. Ia tak mempercayaiku. Kamipun masuk dan ibu mencoba membuka pintu kamarku. Ternyata pintu itu terbuka dengan sangat mudah.
“Lihat, bisa kan? Jangan berpikir yang aneh-aneh. Rumah ini sudah tua, jadi wajar kalo pintu ini sudah rusak.”
Akupun masuk dan ibuku meninggalkan rumah sambil tertawa. Dengan perasaan malu, aku membuka kunci jendela dan menatap ke luar. Angin berhembus di wajahku dan aku mulai tertawa. Ah, mana mungkin ada orang mesum masuk ke kamarku? Hari masih siang bolong begini
Aku sangat lelah. Memiliki dua anak di bawah umur 3 tahun sangat menguras tenagaku. Aku tenggelam ke dalam sofa dengan penuh rasa syukur, mematikan televisi, dan benar-benar menikmati suasana tenang yang langka ini. Aku pasti tertidur karena kelelahan sebab hal berikutnya yang aku tahu, suamiku yang baru pulang kerja menggoncang-goncangkan bahuku.
“Hei, tukang tidur.” katanya, “Apa anak-anak sudah tidur semua?”
Aku segera panik, melompat dari sofa, dan meninggalkan suamiku yang dalam kondisi kebingungan melihat reaksiku. Aku berlari ke arah lorong. Detak jantungku memuncak ketika aku mencapai pintu di sebelah kanan. Aku berdoa, berharap aku salah.
Aku membuka pintu kamar mandi.
Tak seperti biasanya, besok aku ingin sekali pergi ke toko burger.
Katanya, di kota ada satu toko burger terkenal yang baru dibuka. Rumor
mengatakan, pada hari pembukaannya (yaitu besok) harga burger di toko
itu hanya 50 sen per buah. Karena alasan itulah, aku ingin pergi kesana.
Bukankah itu suatu hal yang lumayan, mendapatkan burger yang enak dengan harga semurah itu. Siapa orang yang tak mau mendapatkan kesempatan langka seperti itu? Sepulang kerja, aku langsung merebahkan badanku di sofa. Menonton TV sembari membayangkan kira-kira berapa burger yang sanggup kubeli keesokan harinya. Tapi tak berselang lama, sebuah berita di TV membuyarkan lamunanku.
"Telah terjadi pembunuhan besar-besaran di Panti Asuhan Brownsburry. Anehnya, tak ditemukan satupun mayat di dalam gedung Panti Asuhan tersebut. Hanya terdapat genangan darah di setiap ruangan dalam gedung. Polisi masih mencoba untuk menyelidiki kasus aneh ini dan motif dibaliknya."
'Hmm, cukup aneh. Tapi hal seperti itu takkan membuatku mengurungkan niat untuk membeli burger murah itu besok.' pikirku. Aku lalu mematikan TV dan pergi tidur.
Hari ini adalah hari pembukaan toko burger baru. Saat istirahat makan siang, aku bergegas pergi kesana. Tampaknya bukan hanya aku yang ingin membeli burger murah. Aku melihat beberapa teman kantorku, teman SMA ku dulu, beberapa tetanggaku. Sangat banyak sangat ramai, benar-benar penuh sesak. Aku sempat ragu apakah aku akan tetap mengantre burger. Aku takut jam makan siangku habis hanya untuk mengantre. Lalu aku berpikir, 'Ah, sudahlah. Tak apa sekali-kali datang terlambat.' Aku terus mengantre.
Akhirnya, tibalah giliranku untuk memesan burger.
"Pak, double cheese burger satu."
"Ini dia." Pelayan langsung menyodorkan kantong berisi burger yang masih hangat.
"Whoa. Cepat sekali! Berapa harganya?"
"Sesuai promo, 50 sen."
"Baik, ini uangnya. Terimakasih!"
Aku segera pergi meninggalkan toko burger itu. Antrian terlihat semakin panjang bersamaan dengan kepergianku.
Sesampainya di kantor, aku benar-benar dibuat heran. Sangat sepi, seperti tak ada tanda kehidupan. 'Mungkinkah semua orang pergi ke toko burger itu?' pikirku. Aku bergegas pergi ke mejaku dan mulai melanjutkan pekerjaanku sambil menyantap burger yang baru saja aku beli. Sedap sekali. Dagingnya lembut, sausnya sangat terasa. 'Pantas saja toko itu sangat terkenal di tempat-tempat lain'. Aku terus melahap burger itu.
Hingga mendekati jam pulang kantor, beberapa teman kantorku belum kembali dari toko burger itu. 'Sangat mengherankan, antriannya pastilah sangat panjang.' pikirku. Tak ingin banyak membuang waktu, aku memilih untuk segera pulang ke rumah. Sebenarnya aku punya janji dengan salah seorang teman kantorku, tapi dia belum kembali dari mengantri. Aku lebih memilih untuk membatalkan janji dengannya.
Dalam perjalanan pulang, aku melihat toko itu sudah tutup dan sepi. 'Lalu, kemana perginya teman-temanku?' tanyaku dalam hati. Aku tak bisa tidur dan terus memikirkan hal itu.
Keesokan harinya, aku masih saja memikirkan nasib temanku. Dari kemungkinan terbaik, hingga kemungkinan terburuk. Di kantor, meja temanku kosong. Aku menanyakan tentang hal ini pada beberapa orang di sana, tetapi tak ada seorang pun yang tahu. 'Belum pulang sejak kemarin? Kemana perginya dia?' aku masih saja bingung.
"Hei, apa yang kau lamunkan?" tanya Louis, teman sekantorku.
"Oh. Tidak ada. Tidak ada."
"Ayolah. Setiap kali kau melamun, pasti ada yang sedang kau pikirkan."
"Okay. Baiklah. Ini tentang Marcel. Sejak kemarin sore hingga hari ini aku sama sekali belum melihatnya."
"Kau tahu bagaimana tipikal Marcel kan, Pablo? Dia memang orang yang seperti itu, suka menghilang tiba-tiba. Jangan terlalu mencemaskannya. Oh ya, kau tahu. Harga burger di toko baru itu naik menjadi 1 Dollar."
Aku langsung pergi meninggalkan Louis.
Aku bergegas menuju toko burger baru itu. Aku sudah sedikit melupakan masalah tentang Marcel. Aku hanya ingin membuktikan perkataan Louis.
Ternyata benar juga. Harga burger itu menjadi 1 Dollar. Antrian terlihat tidak sepadat kemarin. Aku sama sekali tak berminat untuk membeli burger, jadi aku langsung kembali ke kantor. Sorenya dalam perjalanan pulang, kulihat toko burger itu sudah tutup sama seperti kemarin.
Keesokan harinya di kantor
"Hei, Pablo! Kau tahu, harga burger di toko itu naik lagi. Sekarang harganya menjadi 1,5 Dollar."
"Lou, bisakah kita berhenti membicarakan burger. Aku masih banyak urusan."
"Oh, baiklah." Louis pergi meninggalkanku
Aku tak tahu harus bagaimana. Tugas kantor sangat banyak, Marcel belum juga kembali, aku benar-benar stress. Tak ada waktu memikirkan berapa harga burger di toko itu.
Hingga akhirnya, tubuhku sudah sampai pada batas ketahanannya. Aku jatuh sakit dan harus dirawat dengan waktu yang lama. Sejujurnya, aku sangat tak ingin dirawat di rumah sakit. Bau obat-obatan membuatku sangat tak nyaman. Aku tak tahu berapa lama aku akan dirawat di sana. Aku juga masih tidak tahu bagaimana kabar Marcel. Hanya Louis dan Julia pacarku, yang menjengukku setiap hari.
Akhirnya, dokter memperbolehkan aku untuk keluar dari rumah sakit. Julia datang menjemputku. Tak seperti biasanya, dia hanya diam. Dalam perjalanan pulang, tak sepatah kata pun keluar dari mulutnya. Sesampainya di rumah, dia langsung pergi begitu saja. 'Pasti ada sesuatu yang aneh.' pikirku.
Keesokan harinya, aku kembali pergi bekerja. Kantor terlihat lebih sepi dari biasanya. Aku mencoba bertanya pada seorang temanku.
"Hei, Rachel. Kenapa kantor terlihat sepi?"
"Aku tak tahu, Pablo. Beberapa orang tiba-tiba menghilang. Matt, Andrew, Marie, Katie, dan kau pasti tahu. Marcel. Mereka tak pernah terlihat bekerja kembali."
"Sesuatu pasti telah terjadi, Rachel. Katakan padaku apa yang telah terjadi kemarin."
"Beruntung sekali kau. Aku mencatat hal-hal yang telah terjadi sebelumnya. Kemarin harga burger di toko baru itu 25 Dollar. Kemarin juga hari dimana kau keluar dari rumah sakit setelah 1 bulan dari rumah sakit. Hanya itu."
Aku segera menelpon Julia. Sangat banyak pertanyaan di dalam benakku yang menunggu untuk dijawab. Julia menjawab panggilanku. Dia hanya ingin menceritakannya nanti saat perjalanan pulang. Saat ini dia sedang sibuk. Terpaksa aku mengiyakan keinginannya.
Sorenya, aku pergi menjemputnya di kantor. 'Aneh, kantornya sudah sepi. Terlihat sama sekali tak ada kegiatan. Kira-kira di mana Julia sekarang berada?'
1 jam, 2 jam, 3 jam, 5 jam sudah aku menunggu kedatangan Julia. Aku terus berusaha untuk menghubunginya tetapi tak dijawabnya. 'Apa yang terjadi padanya? Jangan, aku mohon jangan seperti Marcel.' Air mata keluar membasahi pipiku. Aku pergi meninggalkan kantor Julia.
'Pasti semua ini ada hubungannya dengan toko burger baru itu. Aku hanya perlu membuktikannya sesegera mungkin. Aku berjanji.'
Keesokan harinya, aku dan Louis memutuskan untuk menyelidiki toko burger baru itu. Toko itu sudah tutup. Aku memutuskan untuk membuka pintu depan. Pintu itu tak dikunci. Kami berdua menerobos masuk. Salah satu pelayan melihat perbuatan kami.
"Pak, kami sudah tutup."
"Kami berdua hanya ingin memesan burger." kataku
"Maaf, pak. Kami kehabisan daging untuk bahan patty. Terpaksa kami menaikkan harganya dari hari ke hari."
"Kami menginginkan burger dan kau harus memberikannya pada kami. SEKARANG!" Louis mengancam
"Baik, baiklah. Tetapi kalian harus membayar mahal."
Tiba-tiba aku merasakan pukulan benda tumpul mengenai tengkukku. Aku terjatuh ke lantai. Semua menghitam.
Aku merasakan hawa dingin yang tidak biasa. Sangat dingin. Kedua tangan dan kakiku terikat. Sesuatu menutupi mataku. 'Aku harus keluar dari sini. Aku harus!' Aku terus mencoba menggerakkan seluruh tubuhku tetapi tidak bisa.
"Wah wah wah, tampaknya kau sudah sadar." suara itu terdengar seperti suara pelayan tadi.
"Sayang sekali, kami benar-benar tak bisa memberimu burger. Sebagai gantinya, kau akan menjadi bahan patty."
Aku diam.
"Kau tahu anak-anak Panti Asuhan itu? Well, mereka telah menjadi patty dalam burger yang telah kau makan. Kau mau tahu bagaimana nasib Marcel dan kekasihmu Julia? Mereka sudah berada di penggorengan. Mau tahu apa yang terjadi pada Louis? Kami tengah membumbuinya. Kau hanya perlu menunggu waktu untuk masuk mesin penggiling."
Bukankah itu suatu hal yang lumayan, mendapatkan burger yang enak dengan harga semurah itu. Siapa orang yang tak mau mendapatkan kesempatan langka seperti itu? Sepulang kerja, aku langsung merebahkan badanku di sofa. Menonton TV sembari membayangkan kira-kira berapa burger yang sanggup kubeli keesokan harinya. Tapi tak berselang lama, sebuah berita di TV membuyarkan lamunanku.
"Telah terjadi pembunuhan besar-besaran di Panti Asuhan Brownsburry. Anehnya, tak ditemukan satupun mayat di dalam gedung Panti Asuhan tersebut. Hanya terdapat genangan darah di setiap ruangan dalam gedung. Polisi masih mencoba untuk menyelidiki kasus aneh ini dan motif dibaliknya."
'Hmm, cukup aneh. Tapi hal seperti itu takkan membuatku mengurungkan niat untuk membeli burger murah itu besok.' pikirku. Aku lalu mematikan TV dan pergi tidur.
Hari ini adalah hari pembukaan toko burger baru. Saat istirahat makan siang, aku bergegas pergi kesana. Tampaknya bukan hanya aku yang ingin membeli burger murah. Aku melihat beberapa teman kantorku, teman SMA ku dulu, beberapa tetanggaku. Sangat banyak sangat ramai, benar-benar penuh sesak. Aku sempat ragu apakah aku akan tetap mengantre burger. Aku takut jam makan siangku habis hanya untuk mengantre. Lalu aku berpikir, 'Ah, sudahlah. Tak apa sekali-kali datang terlambat.' Aku terus mengantre.
Akhirnya, tibalah giliranku untuk memesan burger.
"Pak, double cheese burger satu."
"Ini dia." Pelayan langsung menyodorkan kantong berisi burger yang masih hangat.
"Whoa. Cepat sekali! Berapa harganya?"
"Sesuai promo, 50 sen."
"Baik, ini uangnya. Terimakasih!"
Aku segera pergi meninggalkan toko burger itu. Antrian terlihat semakin panjang bersamaan dengan kepergianku.
Sesampainya di kantor, aku benar-benar dibuat heran. Sangat sepi, seperti tak ada tanda kehidupan. 'Mungkinkah semua orang pergi ke toko burger itu?' pikirku. Aku bergegas pergi ke mejaku dan mulai melanjutkan pekerjaanku sambil menyantap burger yang baru saja aku beli. Sedap sekali. Dagingnya lembut, sausnya sangat terasa. 'Pantas saja toko itu sangat terkenal di tempat-tempat lain'. Aku terus melahap burger itu.
Hingga mendekati jam pulang kantor, beberapa teman kantorku belum kembali dari toko burger itu. 'Sangat mengherankan, antriannya pastilah sangat panjang.' pikirku. Tak ingin banyak membuang waktu, aku memilih untuk segera pulang ke rumah. Sebenarnya aku punya janji dengan salah seorang teman kantorku, tapi dia belum kembali dari mengantri. Aku lebih memilih untuk membatalkan janji dengannya.
Dalam perjalanan pulang, aku melihat toko itu sudah tutup dan sepi. 'Lalu, kemana perginya teman-temanku?' tanyaku dalam hati. Aku tak bisa tidur dan terus memikirkan hal itu.
Keesokan harinya, aku masih saja memikirkan nasib temanku. Dari kemungkinan terbaik, hingga kemungkinan terburuk. Di kantor, meja temanku kosong. Aku menanyakan tentang hal ini pada beberapa orang di sana, tetapi tak ada seorang pun yang tahu. 'Belum pulang sejak kemarin? Kemana perginya dia?' aku masih saja bingung.
"Hei, apa yang kau lamunkan?" tanya Louis, teman sekantorku.
"Oh. Tidak ada. Tidak ada."
"Ayolah. Setiap kali kau melamun, pasti ada yang sedang kau pikirkan."
"Okay. Baiklah. Ini tentang Marcel. Sejak kemarin sore hingga hari ini aku sama sekali belum melihatnya."
"Kau tahu bagaimana tipikal Marcel kan, Pablo? Dia memang orang yang seperti itu, suka menghilang tiba-tiba. Jangan terlalu mencemaskannya. Oh ya, kau tahu. Harga burger di toko baru itu naik menjadi 1 Dollar."
Aku langsung pergi meninggalkan Louis.
Aku bergegas menuju toko burger baru itu. Aku sudah sedikit melupakan masalah tentang Marcel. Aku hanya ingin membuktikan perkataan Louis.
Ternyata benar juga. Harga burger itu menjadi 1 Dollar. Antrian terlihat tidak sepadat kemarin. Aku sama sekali tak berminat untuk membeli burger, jadi aku langsung kembali ke kantor. Sorenya dalam perjalanan pulang, kulihat toko burger itu sudah tutup sama seperti kemarin.
Keesokan harinya di kantor
"Hei, Pablo! Kau tahu, harga burger di toko itu naik lagi. Sekarang harganya menjadi 1,5 Dollar."
"Lou, bisakah kita berhenti membicarakan burger. Aku masih banyak urusan."
"Oh, baiklah." Louis pergi meninggalkanku
Aku tak tahu harus bagaimana. Tugas kantor sangat banyak, Marcel belum juga kembali, aku benar-benar stress. Tak ada waktu memikirkan berapa harga burger di toko itu.
Hingga akhirnya, tubuhku sudah sampai pada batas ketahanannya. Aku jatuh sakit dan harus dirawat dengan waktu yang lama. Sejujurnya, aku sangat tak ingin dirawat di rumah sakit. Bau obat-obatan membuatku sangat tak nyaman. Aku tak tahu berapa lama aku akan dirawat di sana. Aku juga masih tidak tahu bagaimana kabar Marcel. Hanya Louis dan Julia pacarku, yang menjengukku setiap hari.
Akhirnya, dokter memperbolehkan aku untuk keluar dari rumah sakit. Julia datang menjemputku. Tak seperti biasanya, dia hanya diam. Dalam perjalanan pulang, tak sepatah kata pun keluar dari mulutnya. Sesampainya di rumah, dia langsung pergi begitu saja. 'Pasti ada sesuatu yang aneh.' pikirku.
Keesokan harinya, aku kembali pergi bekerja. Kantor terlihat lebih sepi dari biasanya. Aku mencoba bertanya pada seorang temanku.
"Hei, Rachel. Kenapa kantor terlihat sepi?"
"Aku tak tahu, Pablo. Beberapa orang tiba-tiba menghilang. Matt, Andrew, Marie, Katie, dan kau pasti tahu. Marcel. Mereka tak pernah terlihat bekerja kembali."
"Sesuatu pasti telah terjadi, Rachel. Katakan padaku apa yang telah terjadi kemarin."
"Beruntung sekali kau. Aku mencatat hal-hal yang telah terjadi sebelumnya. Kemarin harga burger di toko baru itu 25 Dollar. Kemarin juga hari dimana kau keluar dari rumah sakit setelah 1 bulan dari rumah sakit. Hanya itu."
Aku segera menelpon Julia. Sangat banyak pertanyaan di dalam benakku yang menunggu untuk dijawab. Julia menjawab panggilanku. Dia hanya ingin menceritakannya nanti saat perjalanan pulang. Saat ini dia sedang sibuk. Terpaksa aku mengiyakan keinginannya.
Sorenya, aku pergi menjemputnya di kantor. 'Aneh, kantornya sudah sepi. Terlihat sama sekali tak ada kegiatan. Kira-kira di mana Julia sekarang berada?'
1 jam, 2 jam, 3 jam, 5 jam sudah aku menunggu kedatangan Julia. Aku terus berusaha untuk menghubunginya tetapi tak dijawabnya. 'Apa yang terjadi padanya? Jangan, aku mohon jangan seperti Marcel.' Air mata keluar membasahi pipiku. Aku pergi meninggalkan kantor Julia.
'Pasti semua ini ada hubungannya dengan toko burger baru itu. Aku hanya perlu membuktikannya sesegera mungkin. Aku berjanji.'
Keesokan harinya, aku dan Louis memutuskan untuk menyelidiki toko burger baru itu. Toko itu sudah tutup. Aku memutuskan untuk membuka pintu depan. Pintu itu tak dikunci. Kami berdua menerobos masuk. Salah satu pelayan melihat perbuatan kami.
"Pak, kami sudah tutup."
"Kami berdua hanya ingin memesan burger." kataku
"Maaf, pak. Kami kehabisan daging untuk bahan patty. Terpaksa kami menaikkan harganya dari hari ke hari."
"Kami menginginkan burger dan kau harus memberikannya pada kami. SEKARANG!" Louis mengancam
"Baik, baiklah. Tetapi kalian harus membayar mahal."
Tiba-tiba aku merasakan pukulan benda tumpul mengenai tengkukku. Aku terjatuh ke lantai. Semua menghitam.
Aku merasakan hawa dingin yang tidak biasa. Sangat dingin. Kedua tangan dan kakiku terikat. Sesuatu menutupi mataku. 'Aku harus keluar dari sini. Aku harus!' Aku terus mencoba menggerakkan seluruh tubuhku tetapi tidak bisa.
"Wah wah wah, tampaknya kau sudah sadar." suara itu terdengar seperti suara pelayan tadi.
"Sayang sekali, kami benar-benar tak bisa memberimu burger. Sebagai gantinya, kau akan menjadi bahan patty."
Aku diam.
"Kau tahu anak-anak Panti Asuhan itu? Well, mereka telah menjadi patty dalam burger yang telah kau makan. Kau mau tahu bagaimana nasib Marcel dan kekasihmu Julia? Mereka sudah berada di penggorengan. Mau tahu apa yang terjadi pada Louis? Kami tengah membumbuinya. Kau hanya perlu menunggu waktu untuk masuk mesin penggiling."
Mungkin nama Wentira di kota-kota lain dianggap biasa, namun berbeda
hal nya apabila nama ini di dengar oleh masyarakat yang berada di Pulau
Sulawesi Tengah.Wentira merupakan lokasi yang berada di Kebun Kopi
(lintas Trans-Sulawesi). Wentira sendiri menurut beberapa kesaksian
orang-orang yang mengaku pernah ke sana mengatakan kalau Wentira
merupakan suatu kota yang sangat teramat indah dengan ciri khas warna
kuning. Namun yang sebenarnya sesuai dengan yang saya lihat langsung,
Wentira sebenarnya hanya daerah berhutan lebat, jauh dari mana-mana, di
antara Palu-Parigi, di lintas jalan yang disebut orang sebagai
Trans-Sulawesi. Pohon-pohon raksasa tumbuh di pinggir jalan, dengan
bentuk batang besar, putih, cenderung lurus, menjulang sangat tinggi
seakan ingin menggapai langit. Batang pohon itu begitu lurus, dan baru
di bagian sangat atas di ketinggian, tumbuh dahan dan cabangnya dengan
daun-daun yang menjadi sangat kecil-kecil kalau dilihat dari bawah.
Konon, tak ada seorang pun berani menebang pohon seperti itu.Sebenarnya
banyak sekali kesaksian-kesaksian dari orang-orant yang mengaku pernah
jalan-jalan ke Wentira, misalnya salah satu contoh yang paling terbaru
yang saya dengar adalah ada seseorang yang memesan sebuah mobil BMW i
series warna kuning dengan memberikan alamat “WENTIRA”.Dan hebohnya,
yang memesan itu adalah “seorang pria tua” tanpa adakeanehan sama sekali
menurut sales promotion perusahaan tersebut.lalu setelah di mobil
tersebut di antar, ternyata tempat yang mereka datangi hanyalah hutan
lebat.Banyak juga warga di sekitar Wentira mengatakan, apabila ada
kendaraan lewat daerah tersebut harus membunyikan klakson 3X agar
perjalanan mereka lancar sampai tujuan.
Ada juga cerita yang lebih para dari kisah wentira : Suatu hari di Pulau kalimantan ada sebuah tebing yang penuh dengan sarang burung walet tetapi tak seorang pun yang bisa memanjatnya, pada suatu ketika ada seorang pemuda dengan santai memanjat tebing itu meski tampa pengaman, melihat aksi dari pemuda itu warga serompak terkejut ketika turun para warga datang bertanya kepada pemuda itu karna wajahnya agak asing di mata warga, ketika para penduduk bertanya dari mana dia berasal, lalu pemuda itu menjawab dengan lantang ” saya dari Kota Wentira Palu” tak lama kemudian pemuda itu hilang di kerumunan warga, (Cerita Pak Sappam SekolahQ), dari cerita di atas warga wentira juga sering berkelana dan mengembangkan kotanya dan menurut perkiraan kami Wentira telah berkembang sampai di Mamuju (sul-bar), Mekongga (sul-tra) dan bisa saja sampai di Kalimantan Walaupun cerita ini seperti tak mungkin, namun saya sarankan agar kalian jalan-jalan untuk melihat langsung lokasi dari Wentira ini Cerita mengenai keberadaa komunitas “jin” Uwentira beredar cukup santer di kalangan masyarakat Palu. Mendengar kata Uwentira atau Wentira, mereka merujuk pada cerita, kisah maupun mitos soal keberadaan komunitas yang tak kasat mata ini. Hanya sedikit orang yang bisa melihatnya bahkan bisa berkomunikasi dengan warga Uwentira yang sering muncul bahkan di pasar-pasar di Palu dan sekitarnya. Kawasan Wentira ini oleh kalangan paranormal di Indonesia, memang dikenal sebagai salah satu wilayah paling angker di seluruh pelosok nusantara.
Ada juga cerita yang lebih para dari kisah wentira : Suatu hari di Pulau kalimantan ada sebuah tebing yang penuh dengan sarang burung walet tetapi tak seorang pun yang bisa memanjatnya, pada suatu ketika ada seorang pemuda dengan santai memanjat tebing itu meski tampa pengaman, melihat aksi dari pemuda itu warga serompak terkejut ketika turun para warga datang bertanya kepada pemuda itu karna wajahnya agak asing di mata warga, ketika para penduduk bertanya dari mana dia berasal, lalu pemuda itu menjawab dengan lantang ” saya dari Kota Wentira Palu” tak lama kemudian pemuda itu hilang di kerumunan warga, (Cerita Pak Sappam SekolahQ), dari cerita di atas warga wentira juga sering berkelana dan mengembangkan kotanya dan menurut perkiraan kami Wentira telah berkembang sampai di Mamuju (sul-bar), Mekongga (sul-tra) dan bisa saja sampai di Kalimantan Walaupun cerita ini seperti tak mungkin, namun saya sarankan agar kalian jalan-jalan untuk melihat langsung lokasi dari Wentira ini Cerita mengenai keberadaa komunitas “jin” Uwentira beredar cukup santer di kalangan masyarakat Palu. Mendengar kata Uwentira atau Wentira, mereka merujuk pada cerita, kisah maupun mitos soal keberadaan komunitas yang tak kasat mata ini. Hanya sedikit orang yang bisa melihatnya bahkan bisa berkomunikasi dengan warga Uwentira yang sering muncul bahkan di pasar-pasar di Palu dan sekitarnya. Kawasan Wentira ini oleh kalangan paranormal di Indonesia, memang dikenal sebagai salah satu wilayah paling angker di seluruh pelosok nusantara.
Langganan:
Postingan (Atom)
Copyright Kumpulan Cerita | Designed by WPThemesExpert | Blogger Template by Blogger Template Place